Jangan lupa untuk mengunjungi Blog Utama Kami di ahimzafatih.com

Senin, 22 Desember 2008

PERSAMAAN PENYANDANG CACAT


Dalam ruang kehidupan manusia kita telah melihat bahwa dunia ini telah diwarnai oleh suatu kemajemukan yang terintegrasi pada pola kehidupan sosial masyarakat. kriteria kehidupan yang mejemuk ini dapat terilustrasi karena terdapat perbedaan di dalamnya; entah baik-buruk; lapang-sempit; sempurna-cacat;dsb. Konsep yang akan kita titik beratkan disini adalah tentang perbedaan dalam sempurna-cacat. Kecacatan adalah sesuatu yang dianggap berbeda pada umumnya, dalam segala aspek ruang dan waktu. Cacat biasa diartikan dengan stigma pada suatu regulasi kehidupan yang semestinya. Cacat dianggap suatu kelemahan, kekurangan, kemunduran bahkan keburukan yang harus dijauhi serta disingkirkan (examination).



Pembahasan cacat sendiri ketika kita tarik pada konsep manusia maka akan melahirkan suatu asumsi bahwasanya orang cacat adalah orang yang tidak mempunyai karakteristik pada umumnya dan mempunyai kelainan serta gangguan pada dirinya sehingga dapat membatasi kemampuannya dan memberikan jarak perbedaan dengan orang pada umumnya. Dalam UU RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat menguatkan bahwa pengertian penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya.
Akibat dari kelainan tersebut penyandang cacat sering mendapatkan perlakuan yang berbeda, perbedaan ini yang di posisikan karena mereka adalah orang yang dianggap kekurangan dan patut dikasihani. Sehingga banyak para penyandang cacat di Indonesia yang sebenarnya juga merupakan individu independen dan memiliki hak-kewajiban selayaknya masyarakat pada umumnya serta berkesempatan dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara, menjadi tersisihkan karena asumsi aprioristik pada masyarakat.
Paradigma negatif tersebut secara bijak harus kita kikis secara perlahan dalam benak kita sebagai manusia yang menghargai penciptaan Sang Maha Sempurna, yang selalu memberikan sesuatu yang paling proposional pada setiap kehidupan. Kecacatan sebaiknya terlebih dahulu kita gali secara filosofis dan rasional, dengan itu maka akan menghasilkan item bahwasanya kecacatan sendiri adalah suatu bentuk perbedaan karakteristik heuristik bukan yang mempunyai implan negatif yaitu konsep kekurangan dan kelainan tadi. Oleh, karena itu konsep perbedaan karakter ini harusnyalah yang lebih di angkat ke permukaan dari pada konsep kekurangan dan kelainan.
Mengapa harus disebut tentang karateristik yang berbeda (different ability)?
Pertanyaan taktis yang mencul karena wacana di atas. Konsep Different ability (yang selanjutnya disebut Difable, merupakan sebutan yang lebih memenuhi nilai humanistik daripada kata cacat) bukan merupakan cover bagi penyandang cacat untuk mendapatkan perlakuan berupa belas kasihan atau bahkan isolasi dari masyarakat tapi merupakan suatu hal yang membuat kita semakin melihat akan arti kemajemukan dari keagungan penciptaan Sang Pencipta. Tidak cukup berhenti disini, tapi ketika kita melihat tentang perbedaan yang tersebut dengan sesungguhnya kita akan melahirkan suatu tindakan praktis yaitu penempatan arti kesamaan dan kesejajaran. Dalam konteks kesamaan akan memunculkan subpertanyaan yaitu bagimana dapat sama ketika sesuatu telah dinyatakan berbeda dan jelas terlihat berbeda?
Persamaan yang dimaksudkan adalah persamaan dalam hak dan kewajiban sebagai mana mereka (para penyandang cacat) adalah makhluq Allahu ta’alaa yang sejajar dihadapan-Nya. Dengan keadaan tersebut perbedaan intrinsik dapat ditelaah sehingga kemampuan yang dapat terealisasi dengan bentuk pengupayaan yang diferensial dari pada pengupayaan pada individu pada umumnya. Optimalisasi diri mereka juga sama dangan manusia pada umumnya hanya jalan dan strategi dan pendekatan edukasional yang harus dimodifikasi(orthopaedagogis).
Penyetaraan dan persamaan hak-kewajiban penyandang cacat akan selalu menjadi wacana yang tiada berhenti untuk dikaji dan dikembangkan. Namun, demikian itu tiadalah berguna bagi pada penyandang cacat(penca) ketika hal ini hanya akan sebatas wacana dan opini tanpa disertai realisasi praktis dan berkesinambungan. Dalam konteks ke-Indonesiaan, negara yang selalu kaya dengan peraturan perundang-undangan dengan realisasi yang sangat dipertanyakan, telah memiliki usaha konstisusioal untuk mengatur hak-kewajiban Penyandang cacat, peraturan tersebut telah tersusun rapi dari tingkat UU sampai PP bahkan di beberapa daerah terdapat Perda yang mengatur tentang penyandang cacat, contoh dari peraturan perundang-undangan tersebut antara lain :
1. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan
4. Dll
Dengan terdapatnya jajaran perundang-undangan penyandang cacat yang telah ada pada republik ini ternyata belum membawa pengaruh yang signifikan pada kesejahteraan penca secara optimal. Dalam harapan pribadi saya semoga dalam penyusunan dan pembuatan perundang-undangan mengenai penca tidak lepas dari tujuan terselesaikannya persamaan hak-kewajiban serta terpenuhinya hak kehidupan penca. Rancangan UU dan PP tentang penca juga tidak dimaksudkan hanyak untuk proyek penggalian dana saja bagi bapak-bapak dewan yang terhormat, tapi lebih dilandaskan pada hati nurani ketika melihat salah satu dari rakyatnya merupakan kaum yang selama ini termaginalkan sebelum adanya peraturan perundang-undangan tersebut.

Surakarta, 11 Desember 2008 03:04 PM

6 komentar:

  1. Mantep mas artikelnya...
    maju terus pantang mundur.

    BalasHapus
  2. Bsgus..
    Teruskan
    Smoga kau jadi pemuda berkualitas
    Komitmen tinggi
    Banyak karya
    dan sukses slalu

    BalasHapus
  3. Met berjuang Mas Tegar.
    Semangat slalu.
    Semoga berkah dan lindungan Alloh selalu tercurah untuk mu. Amin...

    BalasHapus
  4. Bener mas Tegar
    Tetep semangat
    tetep berjuang untuk kesetaraan anak berkebutuhan khusus dan di tunggu aksi2nya dari diri sendiri, kampus, dan masyarakat
    Semoga Alloh menuntun pikiran dan pena mas tegar, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupannya..
    Jauhkanlah dari jiwa kemunafikan seperti orang2 yang seolah2 memperjuangkan anak2 lemah tersebut (ABK)tetapi justru menikmati apa yang bukan menjadi haknya, amin

    BalasHapus
  5. ya Teima Kasih Atas Doa, kritik dan sarannya...

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus